Minggu, 16 Mei 2010

sospol

MAKALAH SOSPOL
PERISTIWA TANJUNG PRIOK

OLEH :
EKO PEBRIANTO
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAHRUL ULUM
JOMBANG
KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senang tiasa melimpahkan ridha serta hidayahya sehinga saya dapat menyelesaikan makala ini dengan judul”KASUS PELANGARAN HAM DI TANJUNG PRIOK”tanpa ada halangan yang berarti.Salam serta salawat semoga senatiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar MUHAMMAD SAW yang telah mengangkat kita dari jaman kegelapan menuju jalan yang terang benderang dan di ridhoi ALLAH SWT.

Terima kasih tak lupa saya ucapkan kepada bapak dosen selaku pembimbing,dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan tugas ini dan pihak-pihak lain yang tidak bias kami lampirkan semuanya.

kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini sangatlah jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan masukan yang bersifat membangun demi penyempurnaan makala yang selanjutnya

Besar harapan saya agar makalah ini dapat bermanfaat baik itu bagi saya maupun teman teman sebagai raferensi dalam mencari dan menggali ilmu. AMIEN…………



Jombang 23-01-2010
Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Peristiwa
2.1.1 Korban ke rumah sakit
2.1.2 Dari RSPAD.....................................................
3.1 Bukti baru dengan korban......................................................
3.1.1 Pelaku dan penangung jawab.......................................
3.1.2 katagori pelangaran HAM.................................................

BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kejadian berawal dari ditahannya empat orang, masing-masing bernama Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe dan M. Nur, yang diduga terlibat pembakaran sepeda motor Babinsa. Mereka ditangkap oleh Polres Jakarta Utara, dan kemudian di bon dan ditahan di Kodim Jakarta Utara.

Pada tanggal 12 September 1984, diadakan tabligh akbar di Jalan Sindang oleh, Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat setempat, di dalam ceramahnya menuntut pada aparat keamanan untuk membebaskan empat orang jemaah MusholaAs-Sa’adah yang ditahan.

Setelah mengetahui keempat orang tersebut belum dibebaskan pada pukul 23.00, 12 september 1984, Amir Biki mengerahkan massa ke kantor Kodim Jakarta Utara dan Polsek Koja.

1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.memenuhi tugas SOSPOL
2.mengetahui lebih dalam tentang pelangaran HAM yang terjadi pada kasus PERISTIWA TANJUNG PRIOK




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERISTIWA
Tragedi ini terjadi pada September 1984. Saat itu hampir tengah malam, tiga orang juru dakwah, Amir Biki, Syarifin Maloko dan M. Nasir berpidato berapi-api di jalan Sindang Raya, Priok.
Mereka menuntut pembebasan empat pemuda jamaah Mushala As-Sa'adah yang ditangkap petugas Kodim
Jakarta Utara.

Empat pemuda itu digaruk tentara karena membakar sepeda motor Sertu Hermanu. Anggota Babinsa Koja Selatan itu hampir saja dihajar massa jika tak dicegah oleh seorang tokoh masyarakat di sana.
Ketika itu, 7 September 1984, Hermanu melihat poster ''Agar para wanita memakai pakaian jilbab.' Dia meminta agar poster itu dicopot.

api para remaja masjid itu menolak. Esoknya Hermanu datang lagi, menghapus poster itu dengan koran yang dicelup air got. Melihat itu, massa berkerumun, tapi Hermanu sudah pergi. Maka beredarlah desas-desus 'ada sersan masuk mushola tanpa buka sepatu dan mengotorinya.' Massa
rupanya termakan isu itu. Terjadilah pembakaran sepeda motor itu.

Maka, pengurus Musholla pun meminta bantuan Amir Biki, seorang tokoh di sana agar membebaskan empat pemuda yang ditahan Kodim itu. Tapi ia gagal, dan berang. Ia lantas mengumpulkan massa di
jalan Sindang Raya dan bersama-sama pembicara lain, menyerang pemerintah. Biki dengan mengacungkan badik, antara lain mengancam RUU Keormasan.

Pembicara lain, seperti Syarifin Maloko, M. Natsir dan Yayan, mengecam Pancasila dan dominasi Cina atas perekonomian Indonesia. Di akhir pidatonya yang meledak-ledak, Biki pun mengancam, ''akan menggerakkan massa bila empat pemuda yang ditahan tidak dibebaskan.'' Ia memberi batas
waktu pukul 23.00. Tapi sampai batas waktu itu, empat pemuda tidak juga dibebaskan.

Maka, Biki pun menggerakkan massa. Mereka dibagi dua; kelompok pertama menyerang Kodim. Kelompok kedua menyerang toko-toko Cina. Bergeraklah dua sampai tiga ribu massa ke Kodim di jalan Yos
Sudarso, berjarak 1,5 Km dari tempat pengerahan massa.

Biki berjalan di depan. Tapi di tengah jalan, depan Polres Jakarta Utara, mereka dihadang petugas. Mereka tak mau bubar. Bahkan tak mempedulikan tembakan peringatan. Mereka maju terus,
menurut versi tentara, sambil mengacung-acungkan golok dan celurit.

Masih menurut sumber resmi TNI, Biki kemudian berteriak, Maju...serbu...' dan massa pun menghambur. Tembakan muntah menghabiskan banyak sekali nyawa. Biki sendiri tewas saat itu juga.

Keterangan resmi pemerintah korban yang mati hanya 28 orang. Tapi dari pihak korban menyebutkan sekitar tujuh ratus jamaah tewas dalam tragedi itu. Setelah itu, beberapa tokoh yang dinilai terlibat dalam peristiwa itu ditangkapi; Qodir Djaelani, Tony Ardy, Mawardi Noor, Oesmany Al
Hamidy. Ceramah-ceramah mereka setahun sebelumnya terkenal keras; menyerang kristenisasi, penggusuran, Asaa Tunggal Pancasila, Pembatasan Izin Dakwah, KB, dan dominasi ekonomi oleh Cina.

Empat belas jam setelah peristiwa itu, Pangkopkamtib LB Moerdani didampingi Harmoko sebagai Menpen dan Try Sutrisno sebagai Pangdam Jaya memberikan penjelasan pers. Saat itu Benny menyatakan telah terjadi penyerbuan oleh massa Islam di pimpin oleh Biki, Maloko dan M. Natsir. Sembilan korban tewas dan 53 luka-luka, kata Benny.

2.1.1 KORBAN KE RUMAH SAKIT

Dari tempat kejadian, korban diangkut ke RSPAD Gatot Subroto dengan menggunakan truk yang sebelumnya digunakan untuk membawa pasukan. Beberapa korban yang sementara dirawat di Rumah Sakit Koja dan Rumah Sakit Suka Mulia kemudian dievakuasi ke RSPAD Gatot Subroto, sesuai dengan perintah dari Mayjen Try Soetrisno, Pangdam V Jaya yang datang ke tempat kejadian bersama Jenderal LB. Moerdani, Pangab/Pangkopkamtib.

Dari BAP petugas RSPAD Gatot Subroto didapatkan keterangan sebagai berikut:
-Jumlah korban luka yang dirawat adalah 36 orang semuanya dapat disembuhkan. Jumlah korban luka yang diberi pengobatan tetapi tidak dirawat adalah 19 orang.

-Jumlah korban meninggal adalah 23 orang terdiri dari 9 orang dapat dikenali identitasnya dan 14 orang tidak diketahui identitasnya yang dapat dikategorikan sebagai orang hilang.

-Identitas dari 9 jenasah tersebut adalah Amir Biki, Zainal Amran, Kasmoro bin Ji’an, M. Romli, Andi Samsu, Tukimin, Kastori, M. Sidik, Kembar Abdul Kohar.

- Pada tanggal 13 September 1984 dini hari Jenderal LB. Moerdani, Pangab/Pangkopkamtib dan Mayjen Try Soetrisno, Pangdam V Jaya mengunjungi RSPAD Gatot Subroto untuk melihat keadaan korban. Try Soetrisno memerintahkan untuk menguburkan para korban.

2.1.2 DARI RSPAD GATOT SOEBROTO KE PEMAKAMAN DAN PENAHANAN

Seluruh korban luka yang dirawat di RSPAD Gatot Subroto setelah sembuh langsung ditahan di Kodim Jakarta Pusat, Laksusda V Jaya, Pomdam V Jaya dan Rumah Tahanan Militer Cimanggis. Selama dalam penahanan, para korban mengalami penyiksaan.

Salah satu korban tewas yakni Amir Biki diambil oleh keluarga pada dini hari tanggal 13 September 1984 yang selanjutnya dimakamkan di halaman Masjid Al A’raaf, Sukapura, Jakarta Utara. Sementara itu, ke-22 korban lainnya dimakamkan pada malam hari, tanggal 13 September 1984 di Mengkok, Pondok Ranggon dan Condet. Satu korban lainnya bernama Mardani diketemukan oleh massa kemudian diserahkan kepada keluarganya dan dikuburkan di pemakaman Dobo, Jakarta Utara.


3.1 BUKTI BARU BERKAITAN DENGAN KORBAN MENINGGAL DALAM PERISTIWA TANJUNG PRIOK

1. PROSES DAN HASIL PENGGALIAN

Penggalian pada TPU Mengkok Sukapura langsung dilakukan pada makam-makam yang sudah teridentifikasi melalui nama yang tertera di batu nisan dan keterangan keluarga korban. Makam Kembar Abdul Kohar akhirnya ditemukan, namun makam Kastori dan M. Sidik tidak ditemukan.

Di Pemakaman Wakaf Kramat Ganceng, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, terdapat 8 makam yang masing-masing berisi satu kerangka, berbeda dengan keterangan awal dari Rohisdam dan Try Soetrisno bahwa yang dikuburkan adalah tujuh orang korban.

Penggalian di TPU Gedong, Condet, Jakarta Timur tidak dapat dilaksanakan, karena tidak ada bukti dan saksi pendukung yang dapat menunjukkan titik letak kuburan dengan pasti.

2. TEMUAN FORENSIK MENGENAI TANDA KEKERASAN DAN SEBAB KEMATIAN

Penilaian keadaan tulang belulang, termasuk penilaian garis-patah lama dan baru, serta pengujian laboratorium atas bercak pewarnaan kehitaman pada tulang-tulang tersebut telah dapat mengidentifikasi cedera tulang yang diakibatkan oleh kekerasan yang terjadi perimortal. Pada jenis patah tulang yang spesifik dan didukung oleh hasil pemeriksaan kandungan elemen-elemen yang berasal dari senjata api pada garis patah tulang atau kerokan tulang pada daerah cedera tersebut, telah dapat mengindikasikan adanya cedera tulang yang diakibatkan oleh senjata api.

Setidaknya 6 korban (4 dari Mengkok dan 2 dari Kramat Ganceng) dapat dipastikan telah memperoleh kekerasan dalam bentuk tembakan senjata api, dengan ciri yang sesuai dengan tembakan senjata api berkecepatan tinggi. Selain itu, terdapat 3 kasus yang mengalami kekerasan, namun jenis kekerasannya tidak dapat dipastikan apakah akibat kekerasan tumpul yang hebat ataukah tembakan senjata api dengan kecepatan tinggi. Terdapat pula 5 kerangka yang memiliki jejas bukan patah tulang yang diduga akibat kekerasan, sehingga tidak ada satu kerangka pun yang tidak menunjukkan kemungkinan adanya kekerasan.

Pemeriksaan dan analisis yang teliti dapat disimpulkan bahwa empat kerangka dipastikan mati akibat tembakan senjata api, tiga kerangka mati akibat kekerasan tumpul atau tembakan senjata api, satu kerangka mati akibat kekerasan tumpul, dan enam lainnya tidak dapat dipastikan penyebab kematiannya.

c. KESAKSIAN KELUARGA KORBAN TAN KEU LIM

Delapan orang keluarga Tan Keu Lim beserta satu orang pembantunya tewas terbakar di rumah. Mengenai hal tersebut telah diperoleh kesaksian dan bukti-bukti baru berupa satu buah Kartu Keluarga milik keluarga Tan Keu Lim (terlampir) serta kesaksian ketua RT 001/007 Kelurahan Koja Selatan Jakarta Utara dan kesaksian dari keluarga Tan Keu Lim yang masih hidup.

d. PEMERIKSAAN DOKUMEN RSPAD GATOT SUBROTO

Rekaman medik korban Tanjung Priok dinyatakan telah dimusnahkan oleh pihak RSPAD Gatot Subroto karena telah memenuhi batas waktu lima tahun. Namun berita acara pemusnahan dokumen dimaksud tidak dapat diberikan oleh pihak RSPAD Gatot Subroto dengan alasan tidak dapat ditemukan lagi.

3.1.1 PELAKU DAN PENANGGUNG JAWAB

Regu yang melakukan penembakan dipimpin oleh Serda Sutrisno Mascung. Regu ini adalah bagian dari peleton yang dipimpin oleh Kapten Sriyanto dan berada di bawah perintah Dandim Jakarta Utara. Sedangkan Dandim tersebut berada dibawah perintah Pangdam V Jaya, yang selanjutnya berada dibawah perintah Panglima ABRI.

Mengacu kepada prinsip-prinsip command responbility, maka ada dua aspek tindakan yang diabaikan aparat militer sebagai pelaku dan penanggung jawab peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanjung Priok, yakni aspek secara langsung melakukan tindakan yang tidak mematuhi prosedur baku sebagaimana peristiwa yang terjadi di lapangan dan tidak diambilnya tindakan-tindakan yang dapat mencegah terjadinya peristiwa tersebut, sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan jabatan yang diembannya sebagai komandan sesuai dengan jenjang komando.

Aspek yang pertama itu menyangkut antara lain sikap dan tindakan dengan menghilangkan barang bukti, melakukan penyiksaan-penyiksaan, serta sejumlah tindakan teror serta intimidasi terhadap para korbannya. Sedangkan aspek yang kedua antara lain menyangkut kelalaian aparat yang tidak dapat mengendalikan pasukannya.

3.1.2 KATEGORI PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG TERJADI

1. Pembunuhan secara kilat (summary killing)

Tindakan pembunuhan secara kilat (summary killing) terjadi di depan Mapolres Metro Jakarta Utara tanggal 12 September 1984 pkl 23.00 akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan dari yang sepatutnya terhadap kelompok massa oleh satu regu pasukan dari Kodim Jakarta Utara dibawah pimpinan Serda Sutrisno Mascung dengan senjata semi otomatis. Para anggota pasukan masing-masing membawa peluru yang diambil dari gudang masing-masing sekitar 5-10 peluru tajam. Atas tindakan ini jatuh korban 24 orang tewas, 54 luka berat dan ringan. Atas perintah Mayjen Try Soetrisno Pangdam V Jaya korban kemudian dibawa dengan tiga truk ke RSPAD Gatot Subroto.


2. Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and detention)

Setelah peristiwa, aparat TNI melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok. Korban diambil di rumah atau ditangkap disekitar lokasi penembakan. Semua korban sekitar 160 orang ditangkap tanpa prosedur dan surat perintah penangkapan dari yang berwenang. Keluarga korban juga tidak diberitahu atau diberi tembusan surat perintah penahanan. Para korban ditahan di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur dan RTM Cimanggis.

3. Penyiksaan (Torture)

Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Kodim, Guntur dan RTM Cimanggis mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror dari aparat. Bentuk penyiksaan antara lain dipukul dengan popor senjata, ditendang, dipukul dan lain-lain.

4. Penghilangan orang secara paksa (Enforced or involuntary disappearance)

Penghilangan orang ini terjadi dalam tiga tahap, pertama; menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara diam-diam ditempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari. Lokasi penguburan juga tidak dibuat tanda-tanda, sehingga sulit untuk diketahui. Kedua; menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga korban untuk melihat kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan penahanan aparat. Ketiga adalah merusak dan memusnahkan barang bukti dan keterangan serta identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang bukti tersebut sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya secara pasti.





BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari uraian tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan :

1. Tentang jumlah korban

Pemastian jumlah korban pembunuhan secara kilat sebanyak 24 orang dilakukan dengan penggalian kuburan, pemeriksaan dokumen RSPAD Gatot Subroto dan usaha mencari saksi-saksi tambahan.

Dari hasil penggalian di TPU Mengkok, Sukapura dan Pemakaman Kramat Ganceng, Pondok Ranggon dapat ditarik kesimpulan bahwa keterangan jumlah korban yang telah dikuburkan di halaman Masjid Al A’raaf, bekas makam Dobo, TPU Mengkok, Kramat Ganceng, Pondok Ranggon dan TPU Gedong, Condet sebanyak 24 orang kemungkinan besar benar adanya, walaupun ada selisih jumlah korban yang dimakamkan di Pondok Ranggon.

Jumlah yang pasti dari korban tak dapat diberikan kualifikasi final, karena RSPAD Gatot Subroto akhirnya mengakui bahwa dokumen Berita Acara Pemusnahan Dokumen korban peristiwa Tanjung Priok tidak ditemukan. Sedangkan informasi lain tentang adanya korban jiwa selain 24 orang tidak dapat diklarifikasi karena tidak ditemukan bukti dan saksi tambahan.

Korban terbakar

Keluarga Tan Keu Lim (9 orang) di Apotik Tanjung yang sekaligus merupakan tempat tinggal korban meninggal karena tidak dapat menyelamatkan diri dari kebakaran Apotik Tanjung. Kebakaran ini diduga keras dilakukan oleh rombongan massa yang bergerak ke arah Polsek Koja.


2. Tentang nama para pelaku dan penanggungjawab yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Pelaku atas seluruh pelanggaran tersebut diatas bisa dilihat dalam tiga kategori.

Pertama adalah pelaku di lapangan yang menggunakan kekerasan yang berlebihan sehingga jatuh korban meninggal dan luka-luka. Mereka yang melakukan penyiksaan kepada korban yang masih hidup.

Kedua adalah penanggung jawab komando operasional yaitu komandan yang membawahi teritorial di tingkat Kodim dan Polres tidak mampu mengantisipasi keadaan dan mengendalikan pasukan sehingga terjadi tindakan summary killing, tindakan penyiksaan dan terlibat aktif dalam penghilangan barang bukti dan identitas korban serta membiarkan terjadinya penyiksaan-penyiksaan dalam tahanan, dan memerintahkan penguburan tanpa prosedur resmi.

Ketiga adalah para pemegang komando yang tidak mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya pelanggaran berat hak asasi manusia dan atau memerintahkan secara langsung satu tindakan yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut

Dengan tiga kategori pelaku dan atau penanggungjawab di atas maka dalam pelanggaran hak asasi manusia di Tanjung Priok ini diduga terlibat terutama tapi tidak terbatas pada nama-nama dibawah ini:

Dari Satuan Arhanud Tanjung Priok :
Serda Sutrisno Mascung
Pratu Yajit
Prada Siswoyo
Prada Asrori
Prada Kartijo
Prada Zulfata
Prada Muhson
Prada Abdul Halim
Prada Sofyan Hadi
Prada Parnu
Prada Winarko
Prada Idrus
Prada Sumitro
Prada Prayogi

Dari Jajaran Kodim Jakarta Utara :
Letkol. RA. Butar-Butar, Dandim Jakarta Utara
Kapten Sriyanto, Pasi II Ops. Kodim Jakarta Utara

Dari Jajaran Kodam V Jaya :
Mayjen TNI Try Soetrisno, Pangdam V Jaya
Kol. CPM Pranowo, Kapomdam V Jaya
Kapten Auha Kusin, BA, Rohisdam V Jaya
Kapten Mattaoni, BA, Rohisdam V Jaya

Dari Jajaran Mabes TNI AD :
Brigjen TNI Dr. Soemardi, Kepala RSPAD Gatot Soebroto
Mayor TNI Darminto, Bagpam RSPAD GATOT SOEBROTO

Dari Mabes ABRI :
Jenderal TNI L. Benny Moerdani, Panglima ABRI / Pangkopkamtib


Telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia atas keluarga Tan Keu
Lim walaupun belum didapatkan bukti pendukung untuk menyebut siapa nama mereka.

Tentang rekomendasi
a. Para Pelaku dan penanggung jawab yang diduga telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat harus dimintakan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku.

b. Untuk mewujudkan tanggungjawab negara khususnya pemerintah terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia, maka :

Pemerintah meminta maaf terhadap korban/keluarga korban dan masyarakat luas atas terjadinya Peristiwa Tanjung Priok.

Merehabilitasi nama baik para korban

Memberikan kompensasi yang layak kepada korban/keluarga korban

Korban yang sampai sekarang belum berhasil ditemukan harus tetap dinyatakan sebagai orang hilang. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab negara untuk menemukan korban dan mengembalikannya kepada keluarga yang bersangkutan.

Untuk mencegah keterulangan (non-recurence) pelanggaran hak asasi manusia seperti dalam Peristiwa Tanjung Priok di masa depan maka berbagai kebijakan dan tindakan harus diambil untuk :

Meningkatkan profesionalisme anggota TNI dari jajaran pimpinan sampai anggota dengan pangkat terendah, melalui pendidikan dan latihan termasuk bidang hak asasi manusia.

Meningkatkan pengawasan yang intensip terhadap pelaksanaan instruksi dan prosedur tetap pelaksanaan tugas TNI yang menjunjung tinggi penghormatan hak asasi manusia.

Dengan sungguh-sungguh melakukan penertiban atas kewajiban-kewajiban pejabat publik atas dokumen dan arsip yang menyangkut kepentingan publik.

Mengajak masyarakat meninggalkan praktek-praktek penggunaan kekerasan dalam memperjuangkan aspirasi politik.

Menata kembali wacana kehidupan keagamaan, sehingga ajaran agama benar-benar membawa rahmat bagi seluruh alam, dan terjaminnya rasa aman dan bebas bagi seluruh umat beragama melaksanakan ibadahnya.

Saran
Di dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, baik dari segi bahasa, kata-kata, maupun penjelasan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,yang sifatnya membangun dan dapat dijadikan bahan untuk lebih baik dari sebelumnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar